Powered By Blogger

Kamis, 13 Februari 2014

(Artikel) Menelisik Bisnis Perkebunan di Indonesia

Nama: Rice Alfani
Manajemen Agribisnis

Tema: Bisnis Perkebunan
Judul: Menelisik Bisnis Perkebunan di Indonesia

Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, penyelenggaraan perkebunan di Indonesia didasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan, sehingga tujuan penyelenggaraannya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan devisa Negara, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Usaha perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa yang berasal dari perkebunan yang terdiri dari produk utama, produk turunan, produk sampingan, produk ikutan, dan produk lainnya. Jenis usaha perkebunan dimulai dari usaha budi daya tanaman perkebunan (usaha hulu), yang berupa serangkaian kegiatan pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan sortasi, sampai kepada usaha industri pengolahan hasil perkebunan (usaha hilir), yang merupakan kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil usaha budi daya tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi. Dalam upaya pengembangan usaha perkebunan di Indonesia, diberikan kesempatan kepada seluruh Warga Negara Indonesia dan pihak lainnya untuk menjadi pelaku usaha perkebunan, baik sebagai pekebun maupun dalam bentuk perusahaan perkebunan, yang mana jika dikategorikan ke dalam 3 kelompok besar pelaku usaha perkebunan di Indonesia maka penguasaan lahan perkebunan oleh masing-masing kelompok tersebut terdiri dari ± 18% lahan dimiliki oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor perkebunan, ± 60% lahan dimiliki oleh Perusahaan Perkebunan Swasta (golongan besar/asing) dan sisanya ± 32% lahan dimiliki oleh Perkebunan rakyat dan swasta kecil.
Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional, dengan 15 BUMN yang tergabung didalamnya, yang terdiri dari PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga XIV dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI), atas kepemilikan lahan tersebut, pada tahun 2011 BUMN sektor perkebunan mampu mencatat laba bersih mencapai Rp 4,1 triliun atau meningkat 24,98 persen dari laba bersih tahun lalu yang sebesar Rp 3,37 triliun. Walaupun telah terjadi kenaikan laba bersih, namun jika dibandingkan dengan capaian laba pada perusahaan perkebunan swasta, perkembangan seluruh BUMN sektor perkebunan tersebut belum sepadan dengan perkembangan perusahaan perkebunan swasta yang ada di Indonesia. Lambannya perkembangan BUMN sektor perkebunan selama ini diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu mulai dari masalah kelembagaan, manajemen pengelolaan perusahaan, proses produksi, pemasaran, lingkungan sampai kepada masalah produk. Untuk mengatasi masalah ini, salah satu strategi yang dilakukan oleh Kementeriaan BUMN adalah membentukholding company BUMN sektor perkebunan yang rencananya efektif diberlakukan mulai 1 maret 2012. Dengan adanya holding company BUMN sektor perkebunan yang menggabungkan PTPN I hingga XIV dan PT RNI, diharapkan seluruh strategi pengembangan usaha BUMN sektor perkebunan dapat terarah, terpadu, efektif dan efisien, sehingga selain dapat meningkatkan daya saing, juga dapat mengembangkan produk yang tidak hanya sebatas menghasilkan produk primer pada industri hulu,seperti : karet, kakao, maupun minyak sawit mentah (CPO), tetapi juga diarahkan untuk menghasilkan produk sekunder pada industri hilir, seperti : sabun, margarin, kosmetik, coklat, dan obat-obatan atau produk-produk lainnya yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi, yang mana jika ini dapat dilakukan oleh BUMN sektor perkebunan maka dapat dipastikan laju pertumbuhan agribisnis perkebunan yang merupakan suatu pendekatan usaha yang bersifat kesisteman mulai dari subsistem produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem jasa lainnya di Indonesia dapat dipercepat.
Bagaikan gayung bersambut, mengingat kontribusinya yang besar terhadap sektor pertanian di Indonesia, Pada tahun 2012 ini, Kementerian Pertanian juga memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan sektor perkebunan di Indonesia dengan menargetkan investasi pada sektor perkebunan sebesar Rp 57,31 triliun. Melalui target investasi ini, diharapkan pada tahun 2012 nanti, pertumbuhan PDB perkebunan dapat mencapai 11,22 persen dan dapat membuka kesempatan kerja baru sebesar 370.000 tenaga kerja dengan melibatkan petani sebanyak 20,45 juta kepala keluarga. Walaupun komoditas perkebunan yang menjadi fokus pemerintah pada tahun 2012 dari 127 komoditas difokuskan menjadi 15 komoditas yaitu karet, kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu mente, teh, cengkeh, jarak pagar, kemiri sunan, tebu, kapas, tembakau, dan nilam, namun hal ini tentunya dapat memberikan angin segar sekaligus tantangan kepada para pelaku usaha perkebunan, terlebih lagi bagi BUMN sektor perkebunan, karena sebagai perusahaan berplat merah, BUMNsektor perkebunan memiliki peran yang srategis, karena tidak hanya dituntut untuk memberikan kontribusi pada penerimaan Negara (melalui deviden), namun lebih daripada itu, BUMN sektor perkebunan juga diharapkan dapat menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak dan memberikan sumbangsih bagi perekonomian nasional pada umumnya, yang mana harus berpijak pada 3 (tiga) fungsi perkebunan yaitu ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Dari segi ekonomi misalnya, keberadaan BUMN sektor perkebunan harus mampu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional, dari segi ekologi, BUMN sektor perkebunan harus menjadi pelopor bagi terciptanya industri perkebunan yang dapat meningkatkan konservasi tanah dan air, menyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung, sedangkan dari segi sosial budaya, BUMN sektor perkebunan harus mampu menjadikan industri perkebunan sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

Untuk itu, dengan terbentuknya holding company BUMN sektor perkebunan dan adanya rencana investasi pemerintah pada sektor perkebunan di tahun 2012 ini, semestinya bukan hanya menjadi peluang bagi BUMN sektor perkebunan untuk dapat mengembangkan usahanya dari hulu ke hilir, sehingga dapat berekspansi keluar negeri dan mencetak laba bersih mencapai Rp 10 triliun saja, namun juga diharapkan dapat berkontribusi lebih besar terhadap kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia melalui aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan secara lebih efektif dan efisien dari hulu ke hilir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar