Nama: Rice Alfani
Manajemen Agribisnis
Tema: Bisnis Perkebunan
Judul: Menelisik Bisnis Perkebunan di Indonesia
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan
tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang
sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan, penyelenggaraan perkebunan di Indonesia didasarkan atas asas
manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta
berkeadilan, sehingga tujuan penyelenggaraannya diarahkan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan
devisa Negara, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai
tambah, dan daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri
dalam negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Usaha perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang
dan/atau jasa yang berasal dari perkebunan yang terdiri dari produk utama,
produk turunan, produk sampingan, produk ikutan, dan produk lainnya. Jenis
usaha perkebunan dimulai dari usaha budi daya tanaman perkebunan (usaha hulu),
yang berupa serangkaian kegiatan pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman,
pemanenan dan sortasi, sampai kepada usaha industri pengolahan hasil perkebunan
(usaha hilir), yang merupakan kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan
terhadap hasil usaha budi daya tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai
nilai tambah yang lebih tinggi. Dalam upaya pengembangan usaha perkebunan di
Indonesia, diberikan kesempatan kepada seluruh Warga Negara Indonesia dan pihak
lainnya untuk menjadi pelaku usaha perkebunan, baik sebagai pekebun maupun
dalam bentuk perusahaan perkebunan, yang mana jika dikategorikan ke dalam 3
kelompok besar pelaku usaha perkebunan di Indonesia maka penguasaan lahan
perkebunan oleh masing-masing kelompok tersebut terdiri dari ± 18% lahan
dimiliki oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor perkebunan, ±
60% lahan dimiliki oleh Perusahaan Perkebunan Swasta (golongan besar/asing) dan
sisanya ± 32% lahan dimiliki oleh Perkebunan rakyat dan swasta kecil.
Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional, dengan
15 BUMN yang tergabung didalamnya, yang terdiri dari PT. Perkebunan Nusantara
(PTPN) I hingga XIV dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI), atas
kepemilikan lahan tersebut, pada tahun 2011 BUMN sektor perkebunan mampu
mencatat laba bersih mencapai Rp 4,1 triliun atau meningkat 24,98 persen dari
laba bersih tahun lalu yang sebesar Rp 3,37 triliun. Walaupun telah terjadi
kenaikan laba bersih, namun jika dibandingkan dengan capaian laba pada
perusahaan perkebunan swasta, perkembangan seluruh BUMN sektor perkebunan
tersebut belum sepadan dengan perkembangan perusahaan perkebunan swasta yang
ada di Indonesia. Lambannya perkembangan BUMN sektor perkebunan selama ini
diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu mulai dari masalah kelembagaan,
manajemen pengelolaan perusahaan, proses produksi, pemasaran, lingkungan sampai
kepada masalah produk. Untuk mengatasi masalah ini, salah satu strategi yang
dilakukan oleh Kementeriaan BUMN adalah membentukholding company BUMN sektor perkebunan yang rencananya efektif
diberlakukan mulai 1 maret 2012. Dengan adanya holding company BUMN
sektor perkebunan yang menggabungkan PTPN I hingga XIV dan PT RNI, diharapkan
seluruh strategi pengembangan usaha BUMN sektor perkebunan dapat terarah,
terpadu, efektif dan efisien, sehingga selain dapat meningkatkan daya saing,
juga dapat mengembangkan produk yang tidak hanya
sebatas menghasilkan produk primer pada industri
hulu,seperti : karet, kakao, maupun minyak sawit mentah (CPO), tetapi
juga diarahkan untuk menghasilkan produk sekunder pada industri
hilir, seperti : sabun, margarin, kosmetik, coklat, dan obat-obatan atau
produk-produk lainnya yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi, yang mana
jika ini dapat dilakukan oleh BUMN sektor perkebunan maka dapat dipastikan laju
pertumbuhan agribisnis perkebunan yang merupakan suatu pendekatan usaha yang
bersifat kesisteman mulai dari subsistem produksi, subsistem pengolahan,
subsistem pemasaran dan subsistem jasa lainnya di Indonesia dapat dipercepat.
Bagaikan gayung bersambut, mengingat kontribusinya yang
besar terhadap sektor pertanian di Indonesia, Pada tahun 2012 ini, Kementerian
Pertanian juga memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan sektor
perkebunan di Indonesia dengan menargetkan investasi pada sektor perkebunan
sebesar Rp 57,31 triliun. Melalui target investasi ini, diharapkan pada tahun
2012 nanti, pertumbuhan PDB perkebunan dapat mencapai 11,22 persen dan dapat
membuka kesempatan kerja baru sebesar 370.000 tenaga kerja dengan melibatkan
petani sebanyak 20,45 juta kepala keluarga. Walaupun komoditas perkebunan
yang menjadi fokus pemerintah pada tahun 2012 dari 127 komoditas difokuskan
menjadi 15 komoditas yaitu karet, kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu
mente, teh, cengkeh, jarak pagar, kemiri sunan, tebu, kapas, tembakau, dan
nilam, namun hal ini tentunya dapat memberikan angin segar sekaligus tantangan
kepada para pelaku usaha perkebunan, terlebih lagi bagi BUMN sektor perkebunan,
karena sebagai perusahaan berplat merah, BUMNsektor perkebunan
memiliki peran yang srategis, karena tidak hanya dituntut untuk memberikan
kontribusi pada penerimaan Negara (melalui deviden), namun lebih daripada itu,
BUMN sektor perkebunan juga diharapkan dapat menyelenggarakan
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan hajat
hidup orang banyak dan memberikan sumbangsih bagi perekonomian nasional pada
umumnya, yang mana harus berpijak pada 3 (tiga) fungsi perkebunan
yaitu ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Dari segi ekonomi misalnya,
keberadaan BUMN sektor perkebunan harus mampu meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan
nasional, dari segi ekologi, BUMN sektor perkebunan harus menjadi pelopor bagi
terciptanya industri perkebunan yang dapat meningkatkan konservasi tanah
dan air, menyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga
kawasan lindung, sedangkan dari segi sosial budaya, BUMN sektor perkebunan
harus mampu menjadikan industri perkebunan sebagai perekat dan pemersatu
bangsa.
Untuk itu, dengan terbentuknya holding company BUMN
sektor perkebunan dan adanya rencana investasi pemerintah pada sektor
perkebunan di tahun 2012 ini, semestinya bukan hanya menjadi
peluang bagi BUMN sektor perkebunan untuk dapat mengembangkan usahanya dari
hulu ke hilir, sehingga dapat berekspansi keluar negeri dan mencetak laba
bersih mencapai Rp 10 triliun saja, namun juga diharapkan dapat berkontribusi
lebih besar terhadap kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia melalui
aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan
secara lebih efektif dan efisien dari hulu ke hilir.