Powered By Blogger

Sabtu, 12 Oktober 2013

Manajemen dan Disiplin


Ketika aku memasak dan mengiris bawang, aku berpikir bahwa seorang ibu harus punya thinking skill dan juga managerial skill, agar hal ini tidak membuat hari-harinya habis hanya untuk urusan rumah tangga saja mulai  dari mengurus anak, cucian, jemuran, masak nasi yang kelebihan dan lain-lain. Syifa, anak gadisku dan aku ketika kami baru masuk garasi melihat ke kebun tempat kami menjemur pakaian, “Ya Allah, aku stress deh Mi lihat pakaian dimana-mana, ada yang di kamar, di jemuran, di keranjang cucian, kok kerjaan rumah ga habis-habis ya mi. Ini si Zaki sih pakai baju banyak, sebentar-sebentar ganti, disini tuh gak ada pembantu Zak, kalau gak perlu ga usah ganti baju lah” ucap Syifa merungut. “Ha.. ha.. ha..” aku hanya tertawa perlahan dan menjawab “ya udah Syifa, kerjakan semampunya saja, sisanya Umi yang mengerjakan.”
Ku Tanya lagi, “Syifa mampu menyetrika berapa lembar baju hari ini? Lima yah?” Tanyaku. Syifa mengatakan “tidak, Syifa setrika semuanaya saja Mi, baju kalau tidak disetrika kan gak enak, Umi masak saja Ok.” Aku mengerti perasaan Syifa anakku dan mungkin banyak ibu rumah tangga lainnya yang sudah stress duluan melihat kerja rumah tangga yang menumpuk.
Intinya adalah manajemen waktu, manajemen pekerjaan dan jangan menunda melakukan segala sesuatu. Bila bisa dikerjakan hari ini, yaa kerjakan segera, juga disiplinkan semua anggota keluarga agar masing-masing membereskan dan merapikan barangnya masing-masing. Intinya semua adalah manajemen, manajemen dan disiplin. Sebagai contoh, aku tidak mengiris bawang setiap hari, aku mengiris bawang seminggu sekali dan semua irisan aku simpan di kotak plastik, simpan di kulkas dan ketika mau dipakai tinggal ambil saja lalu kembalikan kembali ke kulkas, juga waktu memasak aku batasi hanya 45 menit sehari tidak lebih. Beres-beres rumah hampir tidak pernah, karena tidak ada barang di rumah, bila ada mainan anak-anak, maka dia wajib membereskan kembali semua mainan dan dikembalikan pada kotak mainannya kalau tidak, maka anak tidak boleh main lagi pada hari itu. Namun anak harus diajarkan dimana harus membuang sampah, dimana harus makan, dimana harus meletakkan mainan dan mengembalikannya.
sumber: eramuslim.com

Saatnya Peduli Untuk Pendidikan Mereka

Mana peran Pemerintah dalam memajukan pendidikan di negeri ini.. Masih banyak adik-adik kita di sudut gelap negeri ini menangis dengan kondisi yang memprihatinkan. Mana peran moral dari pejabat-pejabat berdasi yang harusnya punya andil nyata dalam pembangunan daerah.. Ternyata pejabat-pejabat negeri ini telah disibukan, disibukan dengan masalah korupsi, masih membela diri terhadap dosanya pada negeri.


Kita tahu, bicara tentang kualitas pendidikan bukan hanya bicara soal sekolah, guru, dan para murid. Namun, bicara tentang sebuah kualitas pendidikan yang lebih baik menjadi tanggung jawab kita semua, orang-orang yang merasa peduli dengan nasib bangsa ini, orang-orang yang peduli dengan masa depan kualitas pendidikan di negeri ini. Tetapi tetap harus ada peran dari Pemerintah. Pemerintah sebagai penyelengara mempunyai peran besar dalam proses nyata. Meskipun menjadi tanggung jawab kita semua, kita juga harus tetap mengawasi peran serta pemerintah jangan hanya mengandalkan organisasi-organisasi atau orang-orang yang peduli saja, karena mereka juga punya batasan dalam kepedulian mereka. 
Dalam pembukaan UUD 1945 telah tercantum jelas dalam alinea keempat "mencerdaskan kehidupan bangsa" yang menjadi tujuan dari berdirinya negara ini. Negara ini telah merdeka 68 tahun, mengapa persoalan mengenai pendidika masih saja menjadi persoalan utama di negeri ini. Tidakkah seharusnya negara kita harus bergerak cepat.
Keprihatinanku sudah tak tertahan lagi, aku tak sanggup melihat adik-adik kecil kita belajar dalam kondisi yang buruk. Saat hari hujan mereka ikut kehujanan dan saat hari panas mereka seakan teranggang dari keserakahan penguasa. Tidakkah mereka menyerah? jawabannya tidak. Disitu aku masih yakin adik-adik di luar sana masih punya semangat, masih punya cita-cita dan tetap ada harapan dari hati mereka. Tidak ada yang bisa mengalahkan semangat mereka, tidak ada yang bisa menciutkan harapan mereka. Disitulah bibit-bibit generasi penerus bangsa. jangan sampai karena keserakan penguasa, kemunafikan jabatan, dan kepalsuan kepedulian, lalu harapan adik-adik kita menjadi putus.
Mari kita untuk terus peduli terhadap pendidikan. Pendidikan menjadi pilar penting suatu bangsa. Bukan hanya di pusat-pusat kota tetapi yang paling penting di pelosok negeri yang harus mendapat perhatian lebih. Perlu adanya perhatian khusus dari kita semua, melalui banyak cara dengan menunjukkan kepedulian kita. Terpenting kita masih ada hati untuk mereka, harapan mereka dan harapan bangsa.
Semoga Indonesia menjadi lebih maju.. aamiin

Jumat, 11 Oktober 2013

100 Kata Baku dan Tidak Baku Menurut EYD KBBI

       Kata Baku & tidak Baku menurut EYD
        Kata Baku  --*-- Kata tidak Baku


Kata Baku adalah Kata yang dalam penulisan dan ejaannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar yang telah ditentukan dalam EYD.
Kata tidak Baku adalah Kata yang dalam penulisannya dan ejaannya tidak sesuai dalam kaidah EYD.
1.                  Abjad - Abjat
2.                  Aktif  - Aktip
3.                  Aktivitas - Aktifitas
4.                  Al Quran - Alquran
5.                  Amfibi - Amphibi
6.                  Anda - anda
7.                  Andal - Handal
8.                  Analisis - Analisa
9.                  Antre - Antri
10.              Asas - Azaz
11.              Atlet - Atlit
12.              Atmosfer - Atmosfir
13.              Apotek - Apotik
14.              Azan - Adzan
15.              Bengep - Bengap
16.              Besok - Esok
17.              Biosfer - Biosfir
18.              Bus - Bis
19.              Belum - Belom
20.              Blanko - Blangko
21.              Cabai, Cabe - Cabay
22.              Cendekiawan - Cendikiawan
23.              Daftar - Daptar
24.              Dekret - Dekrit
25.              Dekoratif - Dekoratip
26.              Detail - Detil
27.              Diagnosis - Diagnosa
28.              Doa - Do'a
29.              Durian - Duren
30.              Efektifitas - Efektivitas
31.              Efektif - Efektip
32.              Elite - Elit
33.              Embus - Hembus
34.              E-mail - Email, Imel
35.              Ekstra - Extra
36.              Faksimile - Faksimili, Faksimil
37.              Februari - Pebruari
38.              Frekuensi - Frekwensi
39.              Foto - Photo
40.              Fondasi - Pondasi
41.              Fotokopi - Foto Copy, Photo Copy, Photo Kopi
42.               Formal - Formil
43.              Gizi - Gisi
44.              Gladi - Geladi
45.              Gubuk - Gubug
46.              Hadis - Hadist
47.              Hafal - Hapal
48.              Hakikat - Hakekat
49.              Hierarki - Hirarki
50.              Hipotesis - Hipotesa
51.              Ibu Kota - Ibukota
52.              Ijazah - Ijasah
53.              Imaginasi - Imajinasi
54.              Imbau - Himbau
55.              Indera - Indra
56.              Insaf - Insyaf
57.              Istri - Isteri
58.              Isap - Hisap
59.              Izin - Ijin
60.              Jadwal - Jadual
61.              Jenazah - Jenasah
62.              Jenderal - Jendral
63.              Justru - Justeru
64.              Jumat  - Jum'at
65.              Karena - Karna
66.              Karisma - Kharisma
67.              Karier - Karir
68.              Kategori - Katagori
69.              Katolik - Katholik
70.              Komoditi - Komoditas
71.              Komplet - Komplit
72.              Kreatif - Kreatip
73.              Kualitas - Kwalitas
74.              Kuitansi - Kwitansi
75.              Lembap - Lembab
76.              Lubang - Lobang
77.              Makhluk - Mahluk
78.              Masjid - Mesjid
79.              Miliar - Milyar
80.              Metode - Metoda
81.              Napas - Nafas
82.              Nampak - Tampak
83.              Nasihat - Nasehat
84.              Negatif - Negatip
85.              Negeri - Negri
86.              Nomor - Nomer
87.              November - Nopember
88.              Objek - Obyek
89.              Objektif - Obyektif
90.              Paham - Faham
91.              Praktik - Praktek
92.              Pikir - Fikir
93.              Praktik - Praktek
94.              Provinsi - Propinsi 
95.              Risiko - Resiko
96.              Rapot - Rapor
97.              Sistem - Sistim
98.              Subjek - Subyek
99.              Sekretaris - Sekertaris
100.          Teknik - Tehnik
101.          Teknologi - Tehnologi
102.          Zaman - Jaman


Kamis, 10 Oktober 2013

Undang-Undang Dasar 1945

UNDANG – UNDANG DASAR 1945
(Sebelum dan Sesudah Amandemen)
PASAL 1-17

BAB 1 : BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

(AMANDEMEN 3) Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB 2 : MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota
negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

(AMANDEMEN 4) Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang pilih melalui pemilihan umum dan daitur lebih lanjut dengan undang-undang.
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di
ibu kota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang
terbanyak.

Pasal 3
Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari ada haluan negara.

(AMANDEMEN 3) Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-
Undang Dasar.
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

BAB III : KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA

Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

Pasal 5
(1)   Presiden memegang kekuasaan membentuk undang- undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2)   Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagai mana mestinya.

(AMANDEMEN 1) Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat *)
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang
Sebagai mana mestinya.

Pasal 6
(1)   Presiden ialah orang Indonesia asli.
(2)   Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.

(AMANDEMEN 3) Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ***)
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut
dengan undang-undang.

Pasal 6A

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

 (5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur
dalam undang-undang.

(AMANDEMEN 4) Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002
Pasal 6A

 (4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

(AMANDEMEN 1) Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

(AMANDEMEN 3) Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2)Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan
fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

 (4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil- adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatanmenyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan perwakilan Rakyat

Pasal 8
Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya

(AMANDEMEN 3) Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. ***)
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. **





(AMANDEMEN 4) Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002
Pasal 8 

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tigapuluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai polotik yang psangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai akhir masa jabatannya.

Pasal 9
Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
Janji Presiden (WakilPresiden):
"Sayaberjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”

(AMANDEMEN 1) Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden danWakil Presiden bersumpah menurut
agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
“ Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indoensia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil- adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang- undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa”. Janji Presiden (Wakil Presiden): “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa” . *)
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung. *)


Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara.

Pasal 11
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

(AMANDEMEN 3) Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
Pasal 11
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang- undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-
undang.

(AMANDEMEN 4) Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002
Pasal 11

(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Dihapus

Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 13
(1)   Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2)   Presiden menerima duta negara lain.

(AMANDEMEN 1) Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan menperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.


Pasal 14
Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.

(AMANDEMEN 1) Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
Pasal 14
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung.
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 15
Presiden memberi gelaran, tanda jasa ,dan lain-lain tanda kehormatan.

(AMANDEMEN 1) Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
Pasal 15
(1)Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
undang-undang.

BAB IV : DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

Pasal 16
(1)   Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang.
(2)   Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah

(AMANDEMEN 4) Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutanya diatur dalam undang-undang.

BAB V : KEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17
(1)   Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2)   Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
(3)   Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.

(AMANDEMEN 1) Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
Pasal 17
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

(AMANDEMEN 3) Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
Pasal 17
 (4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam
undang-undang.








Analisis UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen
Pasal 1-17
Pasal 1 ayat 2
Sebelum Amandemen: Kedaulatan memang berada di tangan rakyat, tetapi dilaksanakan sepenuhnya berada di tangan rakyat, sehingga kelemahan di sini MPR dalam menjalankan kedaulatnnya tidak dibatasi oleh undang-undang
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, kedaulatan masih berada di tangan rakyat tetapi semuanya harus sesuai dengan undang-undang. Kelebihan dari amandemen ayat ini adalah mengurangi kesewenang-wenangan penggunaan kedaulatan oleh rakyat dan harus sesuai dengan undang-undang
Pasal 1 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Negara Indonesia mempertegas statusnya sebagai negara hukum karena pada saat Orde Baru kekuasaan banyak diselewengkan dan semuanya dikuasai oleh para ‘kerah-putih’ sehingga dengan di tambahkannya pasal ini, maka semua orang Indonesia, tanpa melihat statusnya dalam berbuat harus tetap dipertanggungjawabkan di depan hukum yang berlaku di Indonesia
Pasal 2 ayat 1
Sebelum Amandemen: Kelemahan dari ayat ini adalah anggota MPR yang berasal dari golongan-golongan daerah bisa saja tidak sesuai dengan kualifikasi yang diminta untuk duduk di kursi MPR
Sesudah Amandemen: Kelebihan dari amandemen ayat ini adalah anggota DPD yang akan duduk di MPR haruslah melalui pemilihan umum sehingga bukan asal pilih saja
Pasal 3 ayat 1
Sebelum Amandemen: MPR hanya berperan untuk menetapkan UUD dan GBHN. Pengubahan UUD bukan menjadi hak MPR
Sesudah Amandemen: MPR bisa melakukan perubahan pada UUD, selain menetapkannya. Apabila dipandang suatu pasal tidak sesuai dengan zaman, maka MPR bisa melakukan perubahan sesuai dengan UU yang berlaku
Pasal 3 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MPR berwenang sebagai lembaga yang melantik presiden dan wakil presiden saja, karena sebelumnya MPR juga memilih, mengangkat, dan memberhentikan presiden dan wakil presiden
Pasal 3 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MPR hanya berwenang untuk memakzulkan presiden dan wakil presiden berdasarkan UUD, dengan alasan presiden/wapres itu gagal dalam melaksanakan pemerintahan. Mereka tidak berwenang untuk memilihnya
Pasal 5 ayat 1
Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak penuh untuk membentuk UU dengan persetujuan DPR sehingga dengan demikian UU yang dibentuk itu pasti bisa disahkan
Sesudah Amandemen: Presiden hanya berhak untuk membuat dan mengajukan RUU kepada DPR untuk kemudian dibahas dan disahkan. Kelebihan dari pengubahan ini adalah RUU yang sebelum dijadikan UU bisa dilakukan wacana terlebih dahulu, apakah sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat
Pasal 6 ayat 1
Sebelum Amandemen: Latar belakang presiden Indonesia pada saat itu hanya disebutkan harus orang Indonesia tanpa menjelaskan syarat yang lebih jelas lainnya
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen latar belakang seorang presiden semakin dipertegas dengan beberapa syarat, seperti harus mampu melaksanakan tugas kepresidenan secara jasmani dan rohani
Pasal 6 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden dipilih langsung oleh MPR dengan suara terbanyak tanpa adanya campur tangan rakyat, sehingga rakyat tak pernah tahu bagiamana sosok/figur yang akan menjadi pemimpin negara waktu itu
Sesudah Amandemen: Syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wapres diatur oleh UU sehingga sesuai dengan ketentuan  UU, maka dalam hal ini masyarakat Indonesia berhak untuk memilih presiden serta wapres, tanpa ikut campur MPR secara langsung
Pasal 6A ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Di sini menegaskan tentang hak pilih rakyat dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, sehingga hal ini tentu berbeda dengan masa Orde Baru saat era kepemimpinan mantan Presiden Soeharto
Pasal 6A ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Calon Presiden dan Wakilnya merupakan usulan dari satu parpol ataupun gabungan beberapa parpol (koalisi) sebelum dilaksanakan pemilihan umum
Pasal 6A ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Ayat ini membahas mengenai syarat sah untuk menjadi seorang Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan jumlah suara yang diperolehnya pada saat pemilu, yakni lebih dari 50% secara nasional dan lebih dari 20% di tiap provinsi di Indonesia
Pasal 6A ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila dalam penghitungan ditemukan suara yang terbanyak yang sama pada dua calon pasangan presiden dan wapresnya, maka akan dilaksanakan pemilu ulang dengan calon para  pemenang suara pertama dan kedua tersebut oleh rakyat secara langsung
Pasal 6A ayat 5
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Syarat-syarat untuk menjadi seorang Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjutnya akan diterangkan di undang-undang yang berlaku
Pasal 7
Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak untuk diangkat kembali sebagai presiden  dalam jangka 5 tahun kepemerintahan dan selanjutnya bisa dipilih kembali tanpa batas yang ada. Hal ini bisa saja membuat seorang Presiden untuk mencalonkan dirinya berkali-kali atau selamanya
Sesudah Amandemen: Presiden memiliki hak kepemerintahan sebanyak dua kali masa jabatan  yang masing-masing berjangka 5 tahun untuk dipilih oleh masyarakat Indonesia secara langsung. Hal ini diharapkan bisa menghilangkan kepemerintahan abadi
Pasal 7A
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MPR dengan usul DPR bisa saja memberhentikan jabatan seorang Presiden maupun Wakil Presiden apabila dia terbukti telah melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan serta tindakan pidana berat lainnya ataupun sudah tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi seorang Presiden ataupun Wakil Presiden lagi
Pasal 7B ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Sebelum memberikan usulan kepada MPR untuk memberhentikan seorang Presiden ataupun Wakil Presiden yang terbukti salah melakukan tindakan semacam korupsi, penyuapan, dan semacamnya, maka DPR terlebih dahulu mengajukan permintaan ke MK sebelum memutuskan apakah Presiden atau Wapres tersebut terbukti melakukan tindakan tersebut
Pasal 7B ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: DPR memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja seorang Presiden beserta Wakil Presidennya, dan apabila terbukti salah satunya ataupun keduanya melakukan kesalahan, maka DPR telah menjalankan fungsi pengawasannya
Pasal 7B ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Sebelum mengajukan permintaan untuk memberhentikan seorang presiden atau wapresnya yang terbukti melakukan kesalahan ke MK, DPR haruslah melakukan sidang & mendapatkan suara paling tidak 2/3 dari anggotanya dan anggota yang hadir dalam sidang paling tidak sebanyak 2/3 dari keseluruhannya untuk bisa mengajukan permintaan pemberhentian presiden / wapres
Pasal 7B ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MK diberi waktu paling lambat 90 hari untuk memeriksa, mengadili, dan memutus usulan DPR setelah MK menerima usulan permintaan pemberhentian presiden atau wakilnya
Pasal 7B ayat 5
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila MK telah menemukan bahwa usul yang disampaikan DPR itu benar mengenai kesalahan-kesalahan yang dilakukan presiden atau wakilnya dan menyetujuinya, maka DPR berhak untuk meneruskan usul pemberhentian itu ke MPR
Pasal 7B ayat 6
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Setelah menerima persetujuan dari MK dan mendapat tembusan dari DPR, maka MPR berhak menyelenggarakan sidang dan memutuskannya paling lambat 30 hari setelah usul dari DPR tersebut diterima MPR
Pasal 7B ayat 7
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Presiden atau wakil presiden yang terbukti bersalah akan korupsi/suap/tindakan tercela lainnya diberi hak untuk menyampaikan penjelasannya di sidang paripurna MPR sebelum MPR melakukan penghitungan suara dari anggotanya dengan jumlah anggota yang hadir paling tidak ¾ dan jumlah suara paling tidak sebanyak 2/3 dari yang hadir itu
Pasal 7C
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Presiden tidak meiliki hak untuk membekukan ataupun membubarkan DPR karena DPR adalah lembaga wakil rakyat yang berfungsi utuk melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap kinerja pemerintah
Pasal 8 ayat 1
Sebelum Amandemen: Wakil presiden memiliki hak untuk menggantikan posisi presiden apabila ada kondisi tertentu yang menghalanginya untuk berhenti bertugas. Wakil presiden tersebut akan menggantikannya sampai habis
Sesudah Amandemen: Wakil Presiden berhak menggantikan posisi presiden dalam menjalankan tugasnya sampai masa presiden yang mangkat itu habis, bukannya sampai masa seumur hidup
Pasal 8 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden yang disebabkan oleh sakit/meninggal dunia/sebab lainnya, maka MPR akan menyelenggarakan rapat sidang untuk membahas dua calon wapres yang sebelumnya diusulkan oleh presiden
Pasal 8 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila terdapat keadaan di mana presiden & wakil presiden secara bersama-sama tidak bisa melaksanakan kewajibannya, maka pelaksana tugas kepresidenan yang terdiri dari Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan berkewajiban melaksanakan tugas kepresidenan untuk sementara. Sedangkan MPR diberi hak selambat-lambatnya 30 hari untuk melakukan sidang dalam penentuan Presiden dan Wakil Presiden baru dengan calon yang diusulkan oleh dua partai politik yang menduduki posisi dua dan tiga pada pemilihan umum sebelumnya. Calon Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih itu nantinya akan bekerja selama masa jabatan Presiden yang berhalangan sebelumnya.
Pasal 9 ayat 1
Sebelum Amandemen: Presiden diterangkan dalam janjinya untuk menjalankan peraturan dengan seluas-luasnya tanpa batas yang nyata. Sehingga, hal ini membuat suatu kelemahan pada citra Presiden tanpa memandang rakyat
Sesudah Amandemen: Janji presiden sesudah amandemen berubah yang dicirikan dengan Presiden menjalankan peraturan selurus-lurusnya dengan UU sehingga diharapkan tidak terjadi penyelewengan kekuasaan
Pasal 9 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Sumpah yang diucapkan oleh Presiden dan wakilnya haruslah disaksikan oleh MPR dihadapan MA, apabila MPR atau DPR tidak bisa mengadakan sidang. Dengan demikian, kesaksian oleh mereka bisa dibenarkan
Pasal 11 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Dalam pembuatan perjanjian Internasional dengan negara lain yang berdampak pada perekonomian rakyat, Presiden haruslah melakukan perundingan/pembahasan dengan DPR
Pasal 11 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Segala ketentuan mengenai Perjanjian Internasional diatur oleh Undang-Undang yang berlaku
Pasal 13 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden berhak menerima duta dari negara lain tanpa melalui pertimbangan siapapun
Sesudah Amandemen: Setelah diamandemen, ayat 2 mempertegas ayat pertama dalam hal pengangkatan duta negara lain tapi harus melalui perundingan dengan DPR
Pasal 13 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Amandemen pada ayat 3 lebih mempertegas ayat 2 namun dengan perbedaan dalam penempatan duta negara lain yang perlu memperhatikan usulan/melalui perundingan dengan DPR
Pasal 14 ayat 1
Sebelum Amandemen: Presiden berhak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi kepada siapapun yang dikehendakinya
Sesudah Amandemen: Pemberian grasi dan rehabilitasi oleh Presiden kepada orang tertentu harus melalui pertimbangan Mahkamah Agung sehingga dengan demikian Presiden tidak sewenang-wenang dalam memberikan grasi dan semacamnya
Pasal 14 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden berhak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi kepada siapapun yang dikehendakinya
Sesudah Amandemen: Pada ayat 2, pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden harus melalui pertimbangan DPR, bukannya MA
Pasal 15
Sebelum Amandemen: Presiden berhak kapanpun dan sesuai dengan kemauannya memberikan gelar, tanda jasa, dan tanda-tanda kehormatan kepada siapapun
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, Presiden dalam memberikan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan kepada seseorang haruslah sesuai dengan perundangan yang berlaku
Pasal 16 ayat 1
Sebelum Amandemen: Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan sesuai dengan perundangan yang berlaku di Indonesia
Pasal 16 ayat 2
Sebelum Amandemen: DPA berkewajiban memberikan jawab kepada Presiden dan memajukan usul kepada pemerintah
Pasal 16 ayat 1 dan 2
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, Presiden berhak mengangkat DPA yang memiliki tugas untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian, pasal 16 ayat (1) dan (2) sesudah amandemen dilebur menjadi satu tapi dirubah dalam hal konten
Pasal 17 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang membantunya dalam bertugas
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, tidak ada perubahan pada ayat 2 ini secara kontekstual
Pasal 17 ayat 3
Sebelum Amandemen: Sebelum era reformasi, menteri-menteri bekerja memimpin departemen pemerintahan
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, para menteri membidangi dalam urusan tertentu kepemerintahan
Pasal 17 ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran jajaran dalam kementrian sesudah amandemen harus disesuaikan/diatur dalam undang-undang yang berlaku. Bukan sepenuhnya ada di tangan Presiden.